Jangan Suka Menilai dan Menghukum Orang Dari Cerita Orang Lain

“Don’t Judge The Book By It's Movie” artinya adalah : Jangan menilai buku dari film-nya...

Jangan menilai orang dari cerita yang kita dengar dari orang lain, karena itu hanya cerita yang diceritakan ulang.

Ibarat orang-orang yang memakan makanan hambar yang ditaburi bumbu sesuai selera penikmatnya. Orang yang membubuhkan garam berlebih, akan mengatakan makanan itu asin ketika menceritakannya pada orang lain. Orang yang menaburkan bubuk cabai, akan bercerita kalau rasa makanannya pedas. Orang yang tidak menambahkan bumbu apapun akan mengatakan makanan itu tidak ada rasanya.

Seperti halnya sebuah buku yang di film-kan, kadang isi ceritanya tidak semuanya sesuai dengan isi bukunya. Kadang ada adegan yang ditayangkan padahal tidak terdapat dalam buku. Kadang sebuah adegan penting dari buku seharusnya ditampilkan, tapi malah ditiadakan.

Jadi, jangan hanya menilai orang dari cerita yang disampaikan orang lain jika tanpa bukti dan dasar yang jelas untuk bisa dipercaya. Karena itu hanya cerita yang diulang-ulang dan berpindah dari mulut ke mulut tanpa bukti yang jelas.

“Don’t Judge The Book By It's Cover” artinya adalah : Jangan menilai buku dari sampulnya...

Itu juga berlaku untuk seseorang. Jangan menilai orang dari tampilan luarnya saja, karena tidak selamanya yang tampak dari luar itu adalah benar adanya.

Tampilan luar bisa menipu. Ibarat buah kedondong dan durian. Buah kedondong dari luar terlihat mulus, tapi dari dalam memiliki biji yang berserat seperti duri. Sama halnya dengan buah durian, dari luar terlihat keras dan berduri, tapi isinya ternyata sangat lembut.

Manusia pun begitu, contohnya kadang dari luar seseorang terlihat tidak ramah hanya karena pendiam, tapi ketika lebih mengenalnya, dia ternyata orang yang menyenangkan diajak berbagi cerita.

Begitu pun sebaliknya. Seperti sebuah buku. Kita tidak dapat meringkas dan menyimpulkan sebuah buku sebelum membaca semua isinya. Jangan merasa telah sangat mengenal seseorang, padahal bertemu langsung dan berbicara dengannya saja tidak pernah.

Kita hidup dan melakukan interaksi sosial dengan orang lain, tapi bukan berarti kita bisa menghakimi. Menilai baik dan buruk seseorang memang perlu untuk dijadikan cerminan, tapi bukan berarti kita bisa memandang rendah seseorang.

Misalnya, jika kita menganggap perbuatan seseorang tersebut salah, maka jangan kita lakukan kesalahan itu. Kadang kita sibuk menilai baik dan buruknya orang lain, tapi lupa menilai diri sendiri.

Ketidaktahuan terkadang membuat seseorang memandang subjektif dan menilai negatif orang lain.

Padahal belum tentu juga kita lebih baik dari orang lain itu. Perlu kita ingat bahwa masih ada langit di atas langit. Tidak usah repot-repot menjadi hakim untuk orang lain.

Bahkan Jaksa Penyidik pun sebagai manusia biasa memiliki peluang bisa salah dalam mengungkap tersangka dalam sebuah kasus kejahatan.

Di Alam sudah terdapat sistem yang sangat canggih bernama Hukum Karma yang selalu mendampingi manusia sejak masa lampau tak hingga awalnya, yang akan mengakumulasi baik dan buruknya seseorang di dunia dan akan berbuah nantinya sesuai dengan benih yang ditanam. Sebab Akibat yang kompleks adalah Hukum karma itu sendiri. Menghakimi dan menilai orang lain membuat kekotoran Batin kita bertambah yang suatu saat akan merugikan diri sendiri dan berefek pada orang-orang sekitar.

Hanya Hukum Karma-Vipaka (Hukum Sebab Akibat) yang adil, hanya kita tidak tahu cara kerjanya saja.

Semoga dapat menjadi bahan renungan kita bersama, agar aku, kamu, dia, dan kita semua dapat selalu belajar menjadi pribadi yang semakin baik...